Latest Supplement

Dakwah Lewat Tulisan? Mengapa Tidak

“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (Al-Qalam [68]: 1)

Rasululllah Saw. bersabda, “Sesungguhnya yang pertama-tama diciptakan Allah adalah pena (qalam), lalu Allah berfirman kepadanya, ‘Tulislah!’ ia menjawab, ‘Ya Rabbku apa yang hendak kutulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.”



Hadits tersebut penulis ambil dari buku ‘Pejabaran Kitab Tauhid’ karya Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di. Sayang dalam tulisan tersebut tidak disertai dengan perawinya.

Tetapi baiklah di sini penulis hanya ingin melukiskan betapa pentingnya pena dan buah yang dihasilkan yakni tulisan.. Entah rahasia apa yang sesungguhnya terkandung dalam pena hingga Allah-pun menamai surat ke 68 dalam Al-Qur’an dengan Qalam (Pena).

Membaca dan menulis sebenarnya telah menjadi tradisi kaum Muslimin sejak dulu. Banyak ulama dan tokoh Islam yang mampu menghasilkan karya besar yang mampu ‘menggetarkan dunia’ sebagai hasil ketekunan mereka dalam membaca dan menulis.

Sayang tradisi demikian seolah hilang begitu saja. Sekarang saat dunia memasuki abad informasi—konon siapapun yang dapat menguasai informasi akan unggul dalam persaingan—umat Islam justru tertinggal jauh. Hampir seluruh berita yang kita baca di media cetak dan kita lihat di televisi bersumber dari kantor berita asing.

Tapi, kita abaikan dulu permasalahan itu. Karena kita memang belum mampu mendobraknya, percuma jika tenaga kita justru mubadzir. Sekarang lihatlah ke sekeliling kita, bandingkan media cetak yang beredar di masyarakat. Kira-kira berapa prosentase antara media yang memuat dakwah/ajaran Islam dengan media yang justru merusak dakwah Islam. Tentu Anda lebih tahu jawabannya.

Dakwah lewat tulisan saat ini telah menjadi suatu keharusan dan kebutuhan karena dakwah lewat cara ini dinilai lebih efektif dan efisien.
1. Bisa menjangkau daerah yang luas.
Dakwah melalui tulisan dapat disebarkan secara luas tanpa terbentur letak geografis. Karena mad’u (obyek dakwah) tidak harus bertatap muka dengan da’i/da’iyah di satu tempat tertentu.

2. Tidak terbatasi oleh waktu
Dilihat dari segi waktu, dakwah lewat tulisan juga sangat fleksibel. Artinya mad’u dan da’i tidak harus bertemu dalam satu waktu. Selain itu materi dakwah juga akan ‘awet’ karena berbentuk tulisan. Bila mad’u lupa dengan pelajaran yang pernah dibaca ia bisa mencarinya kembali, berbeda dengan dakwah lisan. Tidak berlebihan bila dikatakan, “Ilmu ibarat binatang ternak sedangkan tulisan adalah tali kekangnya.”

Sementara bagi para da’i/aktivis/ustadz/guru. Juga lebih leluasa dalam menyusun materi karena bisa disiapkan kapan saja ketika mempunyai waktu luang.

3. Keakuratan isi dakwah lebih terjamin
Sacara mudah bisa kita lihat seorang da’i yang berdakwah dengan lisannya besar kemungkinan ia akan melakukan suatu kekhilafan baik dalam isi maupun dalil-dalil yang digunakan. Karena ia hanya berpegang pada ingatan yang sifatnya terbatas. Kata-kata yang diucapkan pun seringkali tidak efektif.

Berbeda dengan dakwah bil qalam, di sini materi yang disajikan diambil dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Dalam penyusunannya kita bebas membuka dan membolak-balik buku—yang tidak mungkin dilakukan dalam dakwah lisan—sehingga materi yang disampaikan akan lebih akurat. Kata-kata yang disajikan pun telah melalui koreksi yang berulang-ulang guna menghilangkan kata mubadzir. Tentu ini akan lebih mudah diterima pembaca.

Kiranya masih banyak kelebihan lain yang tidak mungkin dipaparkan dalam tulisan singkat ini. Lalu kenapa kita tidak mencoba jalan yang satu ini untuk ikut bergabung dengan barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya?

Jika kita berusaha dengan kesungguhan dan ikhlas demi mencari ridha-Nya, InsyaAllah jalan lapang siap menyambut kita. Rasul bersabda, “Di akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati sayhid.”

Sungguh mengagumkan, coba kita bayangkan pahala yang diterima—dengan seizin Allah—para penulis Al-Qur’an terdahulu. Ali-bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab dan Umayyah. Dari goresan merekalah Al-Qur’an yang sekarang kita baca diriwayatkan.

Kita juga boleh kagum dengan perawi hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi dsb. Selama hadits yang mereka riwayatkan—melalui tulisan—digunakan dalam berdakwah maka pahala bagi mereka terus mengalir meskipun jasad telah tiada.


Jangan tunggu lagi ambil penamu sekarang dan goreskanlah kalimat-kalimat dakwah. Siapa tahu kelak ia menjadi jalan bagi kita untuk meraih pengampunan-Nya. InsyaAllah. Bismillah…

0 Response to "Dakwah Lewat Tulisan? Mengapa Tidak"