Latest Supplement

Majelis Dosa

Dulu, murid KHA. Dahlan sempat ‘protes’ karena mereka hanya diajari ayat Alquran yang itu-itu saja. Padahal mereka merasa telah menguasainya. Dengan bijak KHA. Dahlan kemudian bertanya apakah ayat yang telah dipelajari itu diamalkan. Dan ternyata belum! Di sinilah sebenarnya KHA. Dahlan berusaha menanamkan kepada murid-muridnya bahwa Islam bukan hanya sekedar konsep tetapi harus sampai tataran pengamalan.

Saat nilai-nilai Islam sebatas menjadi topik yang hangat diperbincangkan dalam pengajian dan khutbah-khutbah tanpa langkah nyata mewujudkannya. Saat ayat-ayat Alquran sekedar menjadi bacaan di masjid-masjid atau surau tanpa pernah diamalkan. Maka selama itu suara kebenaran akan semakin terkikis oleh gemuruh hedonisme, kapitalisme, liberalisme dengan mengusung budaya-budaya yang tidak sejalan dengan Islam. Majelis-majelis dosa semakin merebak. Kemaksiatan pun semakin tampak. Kemudian hanya orang-orang berimanlah yang tetap teguh mengenggam kebenaran, layaknya menggenggam bara api. Mampukah kita?

Suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghukum dera orang yang minum khamr dan orang yang menghadiri majelis tersebut, meskipun tidak turut minum. Sejumlah orang yang minum khamr diperintahkan agar mereka dihukum dera. Lalu ada yang berkata, ‘Di antara mereka ada orang yang berpuasa.’ Lalu Khalifah menjawab, ‘Dahulukan dia! Apakah kamu tidak mendengar firman Allah:

Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Alquran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (An-Nisaa’ [4]: 140)

Seorang Muslim diperintahkan mencegah kemunkaran apabila dia melihatnya. Bisa dengan tindakan, lisan atau dengan hati sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kemudian diperintahkan untuk menjaga diri, keluarga dan masyarakat agar tidak terkena dampak kemunkaran itu. Menjauhi tempat-tempat yang menjadi pusat kemaksiatan karena yang demikian bisa menyeret seseorang untuk turut serta berbuat maksiat. Nabi pernah bersabda, artinya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk pada majelis yang diedarkan khamr padanya.” (HR. Ahmad).

Sinyalemen untuk menjauhi majelis-majelis dosa yang disampaikan Nabi itu tentu tidak terbatas pada tempat yang dihidangkan khamr. Tetapi juga segala bentuk perkumpulan atau pertemuan yang mendatangkan maksiat dan dosa. Ada pengingkaran terhadap ayat-ayat Allah di sana. Dan itu bisa terjadi di mana saja. Orang-orang yang terus larut di dalamnya tanpa berusaha mencegah atau pun berusaha meninggalkan mejelis semacam itu, dikatakan oleh Allah ‘serupa’ dengan yang mengerjakan dosa.

Sebagai contoh, hampir setiap saat televisi menyajikan gosip-gosip dari dunia selebritis dan menjadi favorit untuk ditonton, padahal telah jelas itu termasuk ghibah. Dalam ghibah yang mengucapkan atau mendengar sama-sama mendapat dosa, Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?’ (Al-Hujurat [49]: 12).

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar adanya praktik suap menyuap yang bahkan dikatakan lazim dalam upaya mencari pekerjaan dan semacamnya. Jelas-jelas Allah telah melarangnya. Kemudian pratik riba dengan melibatkan pemilik modal, peminjam, saksi-saksi dan pencatat, semuanya terkena dosa. Praktek korupsi, kolusi dan nipotisme yang juga dilakukan secara kolektif. Majelis-majelis semacam itu sangat mengancam iman kita. Maka sewajarnya kita harus berhati-hati, agar terhindar dari yang demikian. Muhasabah dan waspada, jangan-jangan kita tengah berada di tengah-tengah majelis dosa?!

0 Response to "Majelis Dosa"