Latest Supplement

Sticker itu…

Hari masih garang. Dalam arus lalu lintas Yogya yang kian padat membuat siapa saja ingin cepat sampai rumah. Istirahat melepas lelah setelah sejak pagi beraktifitas. Berkendara di jalan cukup menguras konsentrasi. Dan tentu saja: energi. Betapa tidak, dengan aneka ragam pengguna jalan, dengan bermacam karakter manusia sungguh membingungkan. Memacu kendaraan cepat-cepat sangat berbahaya. Tetapi berkendara dengan santai pun bukan jaminan mendapat kenyamanan. Tunggu saja, sebentar akan terdengar suara klakson ramai bersautan. ‘Emang jalan punya, Mbahmu!’ Begitu barangkali batin mereka yang merasa terhalang laju kendaraannya. Serba salah...

Tahun berganti tahun. Keadaan seperti itu akan kian parah. Tapi grafik jumlah kendaraan bermotor milik pribadi pun meningkat. Itu artinya mereka siap dengan konsekuensi kesemrawutan lalu-lintas yang parah. Padahal pemerintah telah menyediakan sarana transportasi umum yang nyaman dan terjangkau. Harus banyak lagi orang yang peduli dengan semua ini.

Semakin semrawut semakin perlu pula pengaturan-pengaturan yang ketat. Perempatan atau pertigaan yang dulu tidak ada lampu bang jo nya kini dibuat.

Tentu untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Apalagi bagi kita seorang muslim. Bila ada pengendara motor dengan atribut muslim atau sticker muslim ternyata menyerobot lampu merah. Tentu ini tidak lucu khan?

Apalah artinya sticker. Barangakli kita berpikir seperti itu tapi tahukah bahwa dengan mencantumkan kata-kata Islam/Muslim, berarti kita membawa identitas kaum Muslim sedunia. Kita sedang memegang brand agama samawi terakhir dan paling sempurna. Membawa identitas Islam itu berat. Berperilaku tidak sesuai cerminan Islam berarti kita telah menciderai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa beliau sepanjang usia tetap konsisten dan menunjukan perilaku seorang Muslim. Hingga pantas seandainya beliau mengucap: isyhadu bi anna muslimuun. Sedang kita???

Saya teringat, kata penuh hikmah Kiai Ketut Jamal, pengasuh Pesantren Bali Bina Insani, “…Saya memerintahkan kepada santri-santri untuk menunjukkan nilai-nilai keislaman dalam perilaku bukan simbol-simbol saja.”

Identitas Islam dan simbol tetap perlu, sebagai bagian dari syiar. Tapi jnagalah ia justru kita kontradiksikan dengan perilaku yang keluar dari rel Islam.

0 Response to "Sticker itu…"