Latest Supplement

Menulis Itu Gampang-Gampang Susah

Seorang penulis yang sempat bikin heboh dengan hasil surveinya—karena menempatkan dirinya sebagai tokoh paling digemari di atas Nabi Muhammad Saw.—mengatakan bahwa: Menulis itu gampang.

Karuan saja pernyataan itu banyak mendapat protes. Toh ia memang seorang penulis yang tentu sudah piawai dalam membuat sebuah tulisan. Lha kita? Hee... Tapi untuk menarik minat calon penulis pernyataan di atas memang ada benarnya.. Coba pikir, dibilang gampang saja masih banyak yang enggan menulis apalagi dibilang susah. Jangan-jangan tidak ada yang minat.


Menulis memang pekerjaan yang gampang-gampang susah. Pada awalnya mungkin kita kesulitan karena bahasa tulis berbeda dengan bahasa lisan. Dalam bahasa lisan kita hanya berpikir bagaimana menyampaikan informasi (pesan) yang kita punya agar orang lain faham. Bahasa yang digunakan pun sangat bebas dan bervariasi tanpa menghiraukan aturan yang ada.


Sedangakan dalam bahasa tulis. Kita dituntut menggunakan tanda baca yang pas dan pemilihan kata (diksi) yang tepat. Agar pesan yang kita tulis dapat dipahami secara mudah dan jelas.


“Menulis berbeda dengan berbicara. Agar efektif, menulis menuntut si penulis mengungkapkan gagasannya secara tertib dan tertata,” kata Mas Hernowo, seoranga penulis sekaligus editor Grup Mizan.


Tetapi lambat laun. Tanpa kita sadari kemampuan ini akan terasah bila kita membiasakan diri untuk menulis. Sambil membaca hasil tulisan kita berulang-ulang. Lalu bandingkan dengan tulisan hasil karya orang lain yang dianggap lebih baik.


Menulis Sambil Berenang Bisakah?


Ada pepatah mengatakan: Sambil menyelam minum air. Tapi mungkinkah berenang sambil menulis? Entahlah. Tapi maksud saya bukan begitu. Ahmad Munif, seorang penulis novel yang cukup produktif (ehm..ehm..beliau juga dosen saya lho) mengibaratkan aktifitas menulis seperti berenang.


Seorang yang baru belajar renang boleh saja menguasai segala macam teori tentang renang. Tetapi teori yang dikuasainya itu tidak akan berguna bila ia tidak pernah mecoba terjun ke kolam renang. Jadi syarat utama menjadi penulis ialah praktek membuat tulisan. Sekali lagi PRAKTEK. U understand?


Kebiasaan bagus yang bisa kita lakukan untuk mempermudah meningkatkan kemampuan menulis yakni membuat Catatan Harian. Dalam buku Cathar itu kita bisa mengekspresikan segala apa yang kita rasakan setiap hari dalam bentuk tulisan.


Jangan ragu lagi. Tulis…tulis…dan tulis…Nah…kamu sudah jadi penulis!


Melatih Ketajaman Hati dan Pikiran


Afwan. Sorry. bagi kamu-kamu yang punya prinsip ‘cuex is the best’ saya persilakan untuk bilang ‘Selamat Berpisah’ dengan dunia tulis menulis. Dunia penuh warna, tantangan, dan rahasia-rahasia mengejutkan.


Penulis adalah seorang intelektual yang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dengan realitas yang ada. Ia tergelitik dan tergerak bila melihat fenomena yang menyimpang dari kaidah dan tata nilai yang ada. Ia ingin agar orang lain juga tahu penyimpangan tersebut. Sehingga mampu menangkalnya.


Tidak pelak untuk menjadi penulis harus siap membuka pancaindera dengan selebar-lebarnya. Mengamati peristiwa-peristiwa yang ada. Lalu menakarnya dengan hati. Kira-kira itu sesuai dengan ajaran (Islam) yang ada gak ya? Sudah itu putarlah akal untuk mencari solusi yang mungkin bisa diterapkan. Tuangkan ide itu dalam tulisan agar orang lain bisa mengaksesnya.


Di sinilah hati akan semakin sensitif melihat realitas. ‘You don’t care?’ but I not. Pikiran menjadi lebih aktif untuk berpikir. Bukan saja bagi diri sendiri. tetapi juga bagi orang lain. Ingat: Bukan hanya untuk diri sendiri. Sayang kan bila kapasitas kecerdasan yang kita miliki hanya dinikmati sendiri. Egois banget!


Kata Rasul, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.”


Menjelajah Dunia Ide


Tulisan hakikatnya merupakan ide yang dituangkan lewat bahasa tulis. Sebagian lagi berupa fakta yang sistematika dan penyajianya menurut selera penulis. Di sini juga menuntut adanya ide.


Yang bagus jika ide itu belum pernah dikemukakan orang lain. Cerdas. Tepat sasaran dan mampu ‘menggerakkan’. Hingga tulisan terasa lebih hidup.
Artinya penulis mesti punya stok ide yang memadai. Atau setidaknya punya cadangan biji-biji informasi yang bisa disemai menjadi ide. Konsekuensinya, orang yang ingin menulis mesti rajin-rajin mengumpulkan informasi dengan cara melihat, mengamati dan yang penting membaca! ‘Iqra’’, kata Jibril.

Membaca menjadi hal wajib bagi seorang yang ingin menjadi penulis. Ibarat penampungan air. Sebelum mengalirkan air mesti diisi dulu. Tetapi pengisiannya pun harus selektif. Agar yang keluar nantinya juga sesuatu yang bermanfaat. (Harap tahu aja sekarang banyak buku ‘berbau Islam’ dan buku-buku best seller yang bisa meracuni aqidah kita. Misalnya??)


BTW. Perbanyaklah membaca. Dan temukan ide-ide cemerlang. Ingat tulisanmu bisa mengubah dunia.


Dua macam ide. Lagi-lagi saya harus mengutip pendapat Pak Munif. Menurutnya ada dua macam ide. Satu dari Tuhan secara langsung dan yang satu melalui proses pencarian. Untuk yang pertama ide itu muncul begitu saja. Saat kita tidak menginginkannya ternyata ada ide datang. Kita harus mensyukuri ini, kalo pada saat itu kiota belum siap menulis secara lengkap. Cobalah biasakan menuliskan pokok ide itu dalam catatan untuk dikembangkan di waktu lain. Jadi paling tidak kita menyiapkan catatan ke manapun pergi. Atau sekarang bisa juga membawa laptop. Karena ide itu dari Tuhan maka kita tidak bisa memaksakan datangnya.


Kedua, kadang manusia itu malas. Super malas. Sehingga dikasih ide dari Tuhan saja tidak mau menulis dan mengembangkannya. Dalam bahasa Pak Munif, lalu Tuhan marah dan ide-ide itu terhenti. Kita tidak dapat lagi ide gratisan. Pada saat seperti ini kita harus melalui proses pencarian sebelum ide itu datang kepada kita. Makanya kita harus rajin-rajin menjelajahi dunia-dunia yang menyimpan ide. Misal dengan pergi ke perpustakaan, membaca majalah atau Koran, pergi ke took buku, membaca buku-buku, menonton berita, melihat film yang bermanfaat, surfing di internet dan semacamnya. Dengan membaca bermacam literatur itu sangat mungkin pikiran kita kecantol dengan satu topik yang bisa kita tafsirkan dan menjadi ide baru. Kemudian kita tinggal mengembangkannya.


O, ya. Pengalaman kita pun bisa menjadi sumur ide yang tidak akan pernah kering untuk ditimba. Apalagi bila kita mengedarkan padangan kita ke lingkungan sekiar, pengalman orang lain dan seterusnya. Yakinlah bahwa ilmu Tuhan tidak terbatas. Seandainya pepohonan di muka bumi dijadikan pena dan air laut tintanya tidak akancukup untuk menuliskan ilmu Tuhan. Pun bila didatngakan tujuh kali lipatnya samapai kering. Dan kita sah-sah saja mengambil sebagian darinya menjadi sumber ide untuk ditularkan kepada orang lian lewat tulisan.


Tu..Wa..Ga...Yuk Nulis!


Siapa yang pingin jadi penulis??? Wuih, pasti banyak yang mengaku kalo dirinya pingin menjadi penulis. Dijamin. Makanya banyak tumbuh sekolah-sekolah atau kelompok-kelompok yang berkonsntrasi mendidik calon penulis, seminar-seminar, wesite atau pun buku-buku tentang kepenulisan.


Lalu pertanyaan berikutnya, siapakah yang sudah berusaha mewujudkan cita-cita menjadi penulis??? Untuk pertanyaan ini mungkin masih banyak yang tunjuk jari. Tapi tentu saja usaha yang dilakukan itu berbeda-bed, ada yang ikut seminar-seminra, baca buku-buku, ikut mailing list tentang kepenulisan, ikut forum-forum kepenulisan dan semacamnya. Tapi tentu saja itu semua tidak akan pernah bisa mewujudkan mimpi menjadi penulis. Karena sebetulnya syarat utama menjadi penulis sangatlah simpel, teridiri dari tujuh huruf. M-E-N-U-L-I-S. Ya, jika kita ingin menjadi penulis kita harus memiliki hasil tulisan.


Seberapa banyak pun sertifikat pelatiahn kita, seberapa banyak pun buku yang kit abaca atau seberapa intens pun kita ikut forum-forum kepenulisan tetap saja tidak akan membuat orang lain menganggap kita sebagai penulisa jika kita belum memiliki hasil tulisan. Ada yang memiripkan aktifitas menulis seperti aktifitas berenang. Seberapa pun hebatnya kita mengetahui bermacam-macam teknik dan teori tentang renang. Ttapi semua itu tidak akan membuat kita bisa berenang sebelum kita mencebur ke kolam dan terus berusaha hingga mahir. Maka tunggu apalagi. Segeralah menulis. Menulis apa saja. Dan Anda sudah jadi penulis!


Nah, berikutnya, untuk memudahkan kamu menjadi penulis yang baik banyak kiat atau hal-hal yang bisa membantu. Sifatnya hanya membantu. Kalo sekiranya tidak cocok dengan cara kamu, sah-sah saja kamu mengabaikannya. Atau mencari kiat lain yang sesuai, atau justru mencipktakannya sendiri sesuai keinginan kita.


Mbak Koesmarwanti, yang pernah menjadi ketua FLP Yogyakarta itu memberikan beberapa langkah untuk bisa membuat tulisan.

1. Temukan ide. Latih kepekaan dengan mengikuti perkembangan yang terjadi di ‘sekitar’ kita. Sekitar diri kita. Sekitar rumah kita. Sekitar kampong kita. Sekitar negara kita dan seterusnya. Ini bisa melalui media semisal Koran majlah, televise, internet dan semacamnya. Atau bisa juga secara lansgung mengamati.
2. Setelah ide ketemu. Coiba cari referensi dan perdalam ide uitu dengan membaca buku-buku atau artikel-artikel yang relevan.
3. buat sketsa tulisan dari ide itu sebelum mengembangakannya.
4. Untuk artikel dan tulisan-tulisan yang pendek, kamu juga boleh belajra dari tulisan orang lain yang sudah jadi dan pernah dimuat di media massa. Pelajari idenya, gaya bahasa yang digunakan, sitematika penyampaian ide, kalimat-kalimat penutupnya dan sebagainya. Biasanya dalam satu artikel kalimat penutup merupakan ending dari ide yang disampaikan. Buatlah agar berkesan bagi pembaca.
5. menulis secara rutin. Mungkin ini akan susah, tapi perlu dipaksakan. Menusli memang sangat erat klaitannay denga suasana hati dan emosi. Saat lagi ngeh , dan susasana hati mendukung mungkin akan berlembar-lembar tuisan mengalir bergitu saja dari tangan kita. Otak bekerja dengan cepat dan ide-ide pun bersliweran. Tapi satu suasana kurang kondusif, jangankan menulis. Berkpikir tentang itu pun enggan. Saat tidak mood memang kerap datang dan tidak bisa diprediksi. Untuk setidaknya kita perlu menstting suasana tempat dan hati (insyaAllah akan dibahsa di bab
lain).
Paksakan diri kita untuk menlis setiap hari. Buat target. Misalnya satau hari harus menulis satu halaman. Jika perlu alokasikan waktu tertentu khusu untuk kegiatan menulis. Dan jangan lupa bahwa para enulis tenar pun melakukan hal ini. Mereka sevcara rutin menulis setiap hari. Ingatlah bahwa pekerjaan Anda adalah menulis. Jika seorang pegawai berkeja selama delapan jam sehari, silakan Anda tentukan berpa jam Anda akan bekerja!
Seorang ulama pernah berpesan kepada Asy-Sayukan, ‘Jangan kamu henikan kegatan menulismu sekalipun kamu hanya menulis dua baris sehari.’ As-Sayukani mengatakan, ‘Aku pun mengamalkan pesannya itu dan ternyata kurasakan buah yang dihasilkannya.’
6. Membanca dan mengorekasi karya kamu. Lakukan ini setelah satau tul;isan selesai utuh. Bisa per bab aatau per topik. Jadi saat menulis jangan membaca-baca atau mengoreksi ulisan. Bisarkan dia apa adanya, baik mengenai pilihan kata, susunan kalimat atau pun ketikannya. Konsentrasikan saja pikiran untuk menulis dan yakinkan diri anda bahwa tulisan ini harus selwsai. Haryus. Baru setalah itu akamu bisa mengorweksainya. Dan bisa diulangi diw aktu lain. Sehingga tidaggal membenahi yang belum pas dan menyempurnakan yang masih belum lengkap. Mengoreksi langsung pada saat menulis bagi yang belum terbiasa justru akan megacaokan ide-ide yang ingin dituangkan dan tulisan menjadi mandeg. Susah menlajutkannya kembali.
Terkdanag jug aide itu muncul secara cepat melebihi kemampuan jari-jari kita untuk menuliskannya, jadi abaikan saja penulsiannay. Yang penting ide dapat direkam dalam tul;isan meskin masih amburadul.
7. Memintya pendapat orang lain. Setrelah tylisans selesai dan kita rasa bagus. Cobalah minta pendapat kepada orang yang memang memiliki kredibilitas. Artinya orang yang mampu menilai secara objektif. catat apa menurutnya kelebihan dan kekurangannya. Kemudian kita analisa lagi. Ingat sebuah tulisan yang sudah jadi secara utuh bukan berbarti alergi untiuk diubah. Pengubahan kea rah yang lebih baik justru sangat diperlukan. Dan penulis yang sudah mahir pun juga mnegalami demikian. Terksanag satu nasakah diubah-ubah sampai puluhan kali demi hasil yang maksimal.
8. Nah, untuk mendapatkan penilaiannya lebih objektif lagi, kamu bisa mengrimkan karyamu ke media massa atau pun penerbit. Jangan ragu-ragu dan jangan takut. Bila memang layak tulisan itu akan diterbitkan dan ide-ide kamu akan dikahtahui orang lain. Berguan bagi orang banyak. Perkara tulisan ditolak meruapakan hal biasa dalam hal semacam ini. Perlu sebuah proses. Dan ini justru akan menjadi seni tersendiri bagi kita. Bagaimana kita mencoba memahami bahwa kita harus mencoba menerka keingainagn orang banyak. Kita harus mampu membuata tupisan yang menarik, bukan menurut kita, tapi menurut pembaca. Ini sanagat menantang. Teruslah mencoba, pasti ada jalan bagi orang yang penuh kesungguhan! Usaha yang disertai kesungguhan pasti akan menemuai jalan! (selanjutnya, baca tentang teknik-teknik mengirim naskah).

2 Responses to "Menulis Itu Gampang-Gampang Susah"

  1. nah..artikel ini yang saya tunggu-tunggu Gus ^^
    makasih Gus..

    ReplyDelete
  2. berkunjung di pagi hari sambil membaca konten sobat yang satu ini terasa lengkap. kopi dan rokok serta sedikit cemilan menambah suasana makin hidup... sobat berkunjung lah ke blog kami, mungkin anda juga akan merasakan seperi apa yang aku rasakan... salam kenal sob semoga sukss selalu.

    ReplyDelete