Untuk catatan kali ini, saya
nukilkan dari tulisan dalam buku saya, Merenda Cinta Hingga ke Surga, dalam
judul, Bahagianya Menjadi 'Bunda'.
Jahimah As Salami mendatangi
Rasulullah Saw. dan berakata, “Wahai Rasulullah, saya ingin mengikuti
peperangan.” Nabi bertanya, “Apakah ibumu masih ada?” Ia menjawab, “Ya”
Rasulullah berkata, “Layanilah ia karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua
kakinya.” (HR. An Nasai)
Hadits tersebut menunjukan bagaimana
mulianya kedudukan seorang ibu. Seorang anak diperintahkan untuk berbakti
kepada ibunya. Tanpa itu, mustahil surga akan teraih.
Inti dari hadits itu juga senada
dengan perintah penghormatan anak kepada ibunya sebanyak tiga kali lipat
sebelum penghormatan kepada seorang ayah. Karena ibu memiliki peran penting
dalam kehidupan seorang anak. Sejak di dalam kandungan hingga beranjak dewasa
seorang anak memiliki ketergantungan akan peran ibu. Hingga biasanya anak
memiliki kedekatan emosional lebih besar kepada ibunya ketimbang kepada
ayahnya.
Peran penting ibu tersebut akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Mewarnai perilaku dan pembangunan
karakter anak. Pada masa selanjutnya semua itu akan mendukung kemampuan untuk
meraih keberhasilan. Di sinilah seorang ibu memiliki tanggungjawab untuk
mendidik anak-anaknya dengan baik.
Al Quran telah menyajikan dua kisah
tentang peran penting seorang ibu dalam mendidik anak.
Pertama, adalah kisah Nabi Musa as.
yang semenjak bayi diasuh oleh Asiyah yang merupakan istri Fir’aun, seorang raja
yang sangat ingkar kepada Allah. Musa tumbuh dalam lingkungan keluarga kerajaan
yang dipenuhi kekafiran. Meski demikian ia dididik langsung oleh Asiyah, wanita
yang salehah dan beriman. Pengaruh Asiyah lebih mewarnai perkembangan Musa,
ketimbang pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya nanti Musa menjadi
seorang mukmin yang tetap beriman meskipun tumbuh dalam keluarga Fira’un.
Kedua, adalah kisah Kan’an yang
tidak lain merupakan putra Nabi Nuh as. Kan’an tumbuh dalam didikan seorang ibu
yang kafir. Durhaka kepada Allah dan durhaka kepada suami. Sifat Kan’an pun
tidak jauh dari ibunya. Ia membangkang terhadap ajakan Nabi Nuh as. yang
menyeru kepada keselamatan. Akhirnya Allah menenggelamkan Kan’an dengan air bah
yang meluap melampaui bukit-bukit.
Dua kisah tersebut menjadi gambaran
pentingnya peranan seorang ibu untuk mengantar anak-anaknya menjadi pribadi
yang beriman, berakhlak baik serta mampu meraih keberhasilan di masa depan.
Bahagialah menjadi bunda!
0 Response to "Bahagianya Menjadi Bunda"