Untuk membicarakan soal ini, saya
menyadari tidak memiliki kapasitas yang memadai. Saya hanya ingin berbagi,
tersebab perbincangan dengan seorang teman, yang saya tahu pemahaman dan
pengamalan agamanya bagus. Kandidat doktor dari universitas ternama. Ketika
berbincang soal syi'ah ternyata ada persepsi yang berbeda, bagi beliau syi'ah
hanya berbeda dalam kita memahami. Jujur pernyataan yang membuat saya cukup
kaget.
Saya memahami beberapa tokoh agama,
Kyai dan 'ulama memang memberikan pernyataan yang membiaskan persoalan syi'ah.
Mereka punya posisi sebagai pimpinan ormas, tidak heran jika kemudian sebagian
pengikut ormas terkesan 'taklid' dengan meninggalkan tabayun atas kejadian
sesungguhnya.
Karena kemampuan saya yang terbatas,
maka saya kutipkan fatwa MUI tentang kemestian umat Islam mewaspadai syi'ah,
informasi ini saya dapatkan dari situs www.republika.co.id
MUI mengeluarkan rekomendasi tentang
paham syi'ah, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang digelar bulan Maret
1984, berdasarkan Rakernas tersebut, MUI menetapkan beberapa rekomendasi, di
antaranya:
1) Syiah menolak hadits yang tidak
diriwayatkan oleh Ahlul Bait, sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak
membeda-bedakan—asalkan hadits itu memenuhi syarat ilmu Musthalah Hadist.
2) Syiah memandang "imam"
itu maksum (orang suci), sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah memandangnya sebagai
manusia biasa yang tidak luput dari kekhilafan (kesalahan).
3) Syiah tidak mengakui ijma' tanpa
adanya "imam", sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah mengakui ijma' tanpa
mensyaratkan ikut sertanya "imam".
4) Syiah memandang bahwa menegakkan
kepemimpinan/pemerintahan (imamah) adalah termasuk rukun agama, sedangkan Sunni
(Ahlus Sunnah wal Jamaah) memandang dari segi kemaslahatan umum dengan tujuan
ke-imamahan-an adalah untuk menjamin dan melindungi dakwah dan kepentingan
umat.
5) Syiah pada umumnya tidak mengakui
kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jamaah mengakui keempat Khulafaur Rasyidin (Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).
Mengingat perbedaan-perbedaan pokok
antara Syiah dan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti disebutkan di atas—terutama
mengenai perbedaan tentang "imamah" (pemerintahan), MUI mengimbau
umat Islam Indonesia yang berpaham Ahlus Sunnah wal Jamaah agar meningkatkan
kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya paham yang didasarkan atas ajaran
Syiah.
Rekomendai tersebut ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 4 Maret 1984 M/4 Jumadil Akhir 1404 H dan ditandatangani
oleh Komisi Fatwa MUI, Ketua Prof KH Ibrahim Hosen, LMI dan Sekretaris H
Musytari Yusuf, LA.
Dalam menyebarkan pahamnya, syi'ah
seringkali menggunakan siasat yang mengecoh umat Islam, mereka menyebarkan
ajarannya lewat buku, website, yayasan pendidikan dan lainnya. Segala upaya
dilakukan, karena mereka menganggap yang di luar golongannya adalah orang
kafir.
Iran adalah penyokong utama
perkembangan paham Syi'ah.
0 Response to "Siasat Syi'ah"